Posted on Leave a comment

KEGELAPAN DAN GELOMBANG DALAM LAUTAN

Eramuslim.com – Ilmu pengetahuan berkembang dari waktu ke waktu. Ilmu pengetahuan modern memercayai bahwa kedalaman 200 meter di bawah laut tidak bisa ditembus oleh cahaya.


Daerah ini disebut daerah afotik, sedangkan yang berada di bawah 1.000 meter, sudah tidak terdapat cahaya sama sekali. Dalam buku ‘Alquran vs Sains Modern menurut Dr Zakir Naik’ karya Ramadhani dkk, selain gelap, ternyata bawah laut juga terdapat gelombang.


Gelombang yang terjadi di laut tidak hanya terdapat di permukaan, tetapi juga di bagian dalam laut. Fakta adanya kegelapan dan gelombang yang ada di laut dalam dikemukakan para peneliti pada 1900.


Kegelapan dalam laut dan terjadinya gelombang dalam laut ini ternyata juga diungkapkan dalam Alquran. “Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barang siapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun,” Surah An-Nur Ayat 40.


Ketika diminta memberikan komentar pada ayat di atas, Prof Durga Rao, seorang ahli geologi kelautan yang juga seorang profesor di Universitas King Abdul Aziz di Jeddah, mengatakan bahwa para ilmuwan sepakat dengan hal tersebut.

Untuk meneliti kegelapan di kedalaman lautan, ilmuwan tentunya dibantu dengan alat modern. Pada kedalaman lebih dari 20-30 meter, manusia tidak akan mampu menyelam tanpa alat bantu. Pada kedalaman 200 meter, manusia tidak akan mampu bertahan hidup. Prof Durga Rao mengatakan bahwa Surah An-Nur Ayat 40 tidak merujuk pada semua lautan, karena tidak seluruhnya dapat dideskripsikan memiliki akumulasi kegelapan yang berlapis.


Ayat tersebut merujuk terutama pada laut atau samudera yang dalam. Bagian dalam dan luar laut dipisahkan oleh gelombang.


Gelombang bagian dalam laut menutupi perairan dalam laut dan samudera karena perairan dalam memiliki kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan perairan di atasnya. Kegelapan mulai terjadi di bawah gelombang dalam laut. Bahkan, ikan yang berada di laut yang dalam tidak dapat melihat dan satu-satunya sumber cahaya berasal dari tubuh mereka sendiri.


Prof Durga Rao kemudian menyimpulkan dengan mengatakan bahwa manusia normal tidak akan mampu menjelaskan fenomena ini dengan sangat detail pada 1.400 tahun lalu. (jk/okz)

Posted on Leave a comment

Underwater Volcanic Eruption

There are many mentioned discoveries in Qur’an, here is another discovery which Confirm that ocean depth is aflame…….
Few days ago, scientists had discovered a Volcanic Eruption “In Action” in depth of Pacific Ocean, they say that this volcano was caused by long split 2500 meter beneath sea surface. There was what is looks like the big bang as magma was erupted and accumulated to forming flaming cloud that arise 250 meter above the ocean floor . It significantly heats water. {1}

Image represents some splits in Pacific Ocean depth as magma flows out causing water flaming and cloud of magma. Source: The National Science Foundation.
Scientists confirm that these eruptions are continuously repeated and it lasts for a long time. Therefore any observer might feel as if he is in front of flaming sea.
When any one of us reads about this, he or she must remember the koranic verse. God says: (And by the heated sea) (At-Tur – verse 6) which means aflame and heated . in Al – Moheet dictionary, Arabs says: to fire up the oven is to heat it and in another meaning to raise its temperature , here we can realize that god swear by the fired sea for a great wisdom as if he wants to bring scientists attention to the reality of that sea as an aflame sea , so they have to realize the reality of Qur’an who told you about this discovery. So god says at the end of Sûrat At-Tûr (Or do they say: “He (Muhammad) has forged it (this Qur’ân)?” Nay! They believe not .Let them then produce a recital like unto it (the Qur’ân) if they are truthful.) {At-Tûr – verse 33, 34}

Therefore, we have to ask a question, is the Qur’an a scientific facts and science book or it is a legends and fables book?
——————–
By: Abduldaem Al-Kaheel

Posted on Leave a comment

Keajaiban Al Quran: Api di Dalam Laut

Semakin lama, Al Qur’an semakin membuktikan bahwa kitab suci ini memang merupakan firman Tuhan yang sebenar-benarnya. Pasalnya setiap kejadian yang bagi para ilmuwan merupakan hal baru yang baru ditemukan, tetapi di dalam Al Quran sudah tertulis jelas bahwa kejadian itu memang sudah digambarkan jelas dalam Quran.


Tergantung bagaimana cara kita untuk memahami makna dan isi kandungan dari Al Quran itu sendiri. Sampai saat ini sudah banyak sekali keajaiban-keajaban yang telah di tunjukkan oleh Allah SWT kepada kita. Bahkan sampai ada suatu hal yang tidak masuk akal yang merupakan tanda-tanda kebesaran-Nya.


Seperti contohnya tentang penemuan api di dalam laut seperti yang telah dipublikasikan oleh Discovery Channel. Apabila kita pikir secara logika, tentu itu tidak masuk akal. Api bila kita siram dengan air pasti akan mati. Tapi, mengapa api di dalam laut yang sejatinya terdapat air yang amat sangat banyak, tidak bisa memadamkan api tersebut? Subhanallah, inilah tanda kebesaran Allah SWT.

Baru-baru ini Discovery mempublikasikan video yang berisi munculnya sebuah fenomena retakan di dasar lautan yang mengeluarkan lava. Lava ini menyebabkan air mendidih hingga suhunya lebih dari seribu derajat celcius. Meskipun suhu lava tersebut luar biasa tingginya, ia tidak bisa membuat air laut menguap, dan walaupun air laut ini berlimpah-luah, ia tidak bisa memadamkan api.


Allah berfirman dengan fenomena yang luar biasa ini, yang artinya: “Ada laut yang di dalam tanahnya ada api,” (QS. Ath-Thur ayat 6).
Nabi SAW juga bersabda: “Tidak ada yang mengarungi lautan kecuali orang yang berhaji, berumrah atau orang yang berperang di jalan Allah. Sesungguhnya di bawah lautan terdapat api dan di bawah api terdapat lautan,” (HR Abu Daud).

Ketika ayat ini diturunkan, bangsa Arab tidak mampu menangkap dan memahami isyarat sumpah Allah SWT demi lautan yang di dalam tanahnya ada api ini. Karena bangsa Arab (kala itu) hanya mengenal makna “sajara” sebagai menyalakan tungku pembakaran hingga membuatnya panas atau mendidih.


Ayat Al-Qur’an itu telah menjelaskan sruktur bumi itu sendiri. Ini terbukti dengan teori pemisahan lantai laut (seafloor spreading) yang menyebabkan magma di bawah kerak bumi keluar dengan tekanan yang kuat ke permukaan di bawah laut.


Pada pertengahan tahun 1990-an, dua ahli geologi berkebangsaan Rusia, Anatol Sbagovich dan Yuri Bagdanov bersama rekannya ilmuwan Amerika Serikat (AS), Rona Clint pernah meneliti tentang kerak bumi dan patahannya di dasar laut.


Para ilmuwan tersebut, menyelam ke dasar laut sedalam 1.750 kilometer di lepas pantai Miami. Sbagovich bersama kedua rekannya menggunakan kapal selam canggih yang kemudian beristirahat di batu karang dasar laut.
Baca Juga: Kisah Malaikat Jibril dan Mikail Menangis Ketika Allah Melaknat Iblis


Di dasar laut itulah, mereka dikejutkan dengan fenomena aliran air yang sangat panas mengalir ke arah retakan batu. Kemudian aliran air itu disertai dengan semburan lava cair panas menyembur layaknya api didaratan, dan disertai dengan debu vulkanik layaknya asap kebakaran di daratan.

Api di dalam lautan


Tidak tanggung-tanggung panasnya suhu api vulkanis didalam air tersebut ternyata mencapai 231 derajat celcius. Mereka menemukan fakta bahwa fenomena alam itu terjadi akibat aliran lava vulkanis yang terjadi di dasar laut, layaknya gunung api bila di daratan. Dan kemudian mereka menemukan lebih banyak lagi gunung api aktif di bawah laut, yang tersebar diseluruh lautan.

Sesungguhnya, Al-Qur’an telah menyebutkan fakta itu sejak 1.400 tahun lalu. Al-Qur’an menjelaskan api di dalam lautan itu dengan istilah “Masjur” Dalam bahasa Arab, “Masjur,” dimaknai dengan sesuatu yang berada di atas, dipanaskan dari oleh panas dibawahnya.

Posted on Leave a comment

KETELAPAN AIR ANTARA LAUTAN

“Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu,” [QS. Ar-Rahman ayat 19]
“antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.” [QS. Ar-Rahman ayat 20]

Penelitian yang dilakukan oleh seorang Oceanografer asal Perancis ini mengungkap misteri dari surat Ar-Rahman ayat 19-20 tersebut. Peneliti bernama Jaques Yves Cousteau itu mengunkapkan bahwa penelitian tersebut dilakukan ketika ia dan tim melakukan eksplorasi bawah laut.

Pada saat itu, ia menemukan bahwa ada kumpulan air tawar yang tidak bercampur dengan air laut. Laut tersebut merupakan pertemuan Samudra Atlantik dan Mediterania. Pada saat menemukan hal menakjubkan tersebut, peneliti tersebut berujar, “‘Seolah-olah ada dinding yang membatasi kedua aliran air itu,” ujarnya.

Karena penasaran, ia kemudian terus mencoba untuk menemukan apa yang membatasi dua lautan tersebut hingga tidak bercampur satu sama lain. Namun ia tidak pernah menemukan jawaban dari peristiwa ganjil tersebut.
Ia pun menceritakan hal ganjil itu kepada seorang profesor Muslim. Terkejutlah Cousteau ketika sang profesor Muslim menceritakan bahwa fenomena itu telah dijelaskan Alquran 14 abad silam.
“Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu,” [QS. Ar-Rahman ayat 19]
“antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.” [QS. Ar-Rahman ayat 20]
Itulah ayat Alquran yang membuatnya menjadi terpesona, ia pun sadar bahwa Alquran tidaklah mungkin hanya sebuah buku karangan yang dikarang oleh Muhammad SAW, karena tidak mungkin Muhammad SAW yang hidup 14 abad silam mampu mengetahui sebuah fenomena tersebut dengan menggambarkannya secara akurat.

Sebab, pada zaman itu belum ada peralatan selam yang canggih untuk mencapai lokasi yang jauh terpencil di kedalaman samudera. Jaques Cousteau meninggal Rabu 25 Juni 1997 dan sempat beredar kabar bahwa ia menjadi seorang muslim, namun keluarga membantahnya dan ia tetap dimakamkan di Katedral Notre Dame di Paris.
“Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” [QS. Al-Furqan ayat 53]

Posted on Leave a comment

Wind that fertilize

Wind that fertilize

In one verse of the Qur’an, the “fecundating” characteristic of the winds, and the resulting formation of rain are mentioned.

015.022► وَأَرْسَلْنَا الرِّيَاحَ لَوَاقِحَ فَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَسْقَيْنَاكُمُوهُ وَمَا أَنْتُمْ لَهُ بِخَازِنِينَ
And We send the fecundating winds, then cause water to descend from the sky, therewith providing you with water in abundance. (Qur’an, Al-Hijr -15:22)

This verse points out that the first stage in the formation of rain is wind. Until the beginning of the 20th century, the only relationship known between the wind and the rain was that it was the wind that drove the clouds. However, modern meteorological findings have demonstrated the “fecundating” role of the wind in the formation of rain.
As explained earlier, this fecundating function of the wind works in the following way:
On the surface of oceans and seas, a large number of air bubbles form because of the water’s foaming action. The moment these bubbles burst, thousands of tiny particles, with a diameter of just one hundredth of a millimetre, are thrown up into the air. These particles, known as “aerosols,” mix with dust carried from the land by the wind, and are carried to the upper layers of the atmosphere. These particles carried to higher altitudes by winds come into contact with water vapour up there. Water vapour condenses around these particles and turns into water droplets. These water droplets first come together and form clouds, and then fall to the Earth in the form of rain. As mentioned, winds “fecundate” the water vapour floating in the air with the particles they carry from the sea, and eventually help the formation of rain clouds.
If winds did not possess this property, water droplets in the upper atmosphere would never form, and there would be no rain.
The most important point to be recognized here is that this critical role of the wind in the formation of rain was stated centuries ago in the Qur’an, at a time when very little was known about natural phenomena…
Further information provided in the verse about the fertilising quality of the wind is its role in the pollination of flowers. Many plants on Earth disperse their pollen by means of the wind in order to ensure the survival of their species. Several open-seeded plants, pine trees, palm and similar trees, seeded plants that produce flowers, and grass-like plants are entirely pollinated by the wind. The wind carries the pollen from the plants to others of the species, thus fertilising them.
Until recently, the way that the wind was able to fertilise plants was unknown. When it was realised, however, that plants are divided into males and females, the fertilising role of the wind was also discovered. This truth was already indicated in the Qur’an: “…

020.053►الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ مَهْدًا وَسَلَكَ لَكُمْ فِيهَا سُبُلا وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْ نَبَاتٍ شَتَّى
[He] sent down water from the sky by which We have brought forth various different types of plants in pairs.” (Qur’an, Ta-Ha -20:53)

Posted on Leave a comment

Quran on Formation of Clouds and Rain

Quran on Formation of Clouds and Rain

Allah says:
(And it is He Who sends the winds as heralds of glad tidings, going before His Mercy (rain). Till when they have carried a heavy-laden cloud, We drive it to a land that is dead, then We cause water (rain) to descend thereon. Then We produce every kind of fruit therewith. Similarly, We shall raise up the dead, so that you may remember or take heed.) (7:57)

Allah says:
(And We send the winds fertilizing (to fill heavily the clouds with water), then cause the water (rain) to descend from the sky, and We give it to you to drink, and it is not you who are the owners of its stores [i.e. to give water to whom you like or to withhold it from whom you like].) (15:22)
Modern science has affirmed the scientific points mentioned in this verse of the Quran. The winds carry water particles which are rich in salt up into the atmosphere; these particles which are called ‘aerosols’ function as water traps and form cloud drops by collecting around the water vapor themselves.

The clouds are formed from water vapor that condenses around the salt crystals or dust particles in the air. Because the water droplets in these clouds are very small (with a diameter between 0.01 and 0.02 mm), the clouds are suspended in the air, and spread across the sky.29 Thus, the sky is covered in clouds. The water particles that surround salt crystals and dust particles thicken and form raindrops, so drops that become heavier than the air leave the clouds and start to fall to the ground as rain. Allah says:
(See you not that Allah drives the clouds gently, then joins them together, then makes them into a heap of layers, and you see the rain comes forth from between them; and He sends down from the sky hail (like) mountains, (or there are in the heaven mountains of hail from where He sends down hail), and strikes therewith whom He wills, and averts it from whom He wills. The vivid flash of its (clouds) lightening nearly blinds the sight.) (24:43)

Rain clouds are formed and shaped according to definite systems and stages. The formation stages of cumulonimbus -a type of rain cloud- are:

(A) 1st Stage (b) 2nd Stage (c) 3rd Stage
1st stage: Being driven along: Clouds are carried along, that is, they are driven along, by the wind.
2nd stage: Joining: Then, small clouds (cumulus clouds) driven along by the wind join together, forming a larger cloud.
3rd stage: Stacking: When the small clouds join together, updrafts within the larger cloud increase. The updrafts near the centre of the cloud are stronger than those near the edges. These updrafts cause the cloud body to grow vertically, so the cloud is stacked up. This vertical growth causes the cloud body to stretch into cooler regions of the atmosphere, where drops of water and hail formulate and begin to grow larger and larger. When these drops of water and hail become too heavy for the updrafts to support them, they begin to fall from the cloud as rain, hail, etc.
A cloud becomes electrified as hail falls through a region in the cloud of super-cooled droplets and ice crystals. As liquid droplets collide with a hailstone, they freeze on contact and release latent heat. This keeps the surface of the hailstone warmer than that of the surrounding ice crystals.

Model for forked lighting. (a) The negative charge concentrated at the bottom of the cloud becomes large enough to overcome the air’s resistance and develops a «leader» pointing towards the ground . (b) An upward flow of positive charges form the ground concentrates elevated points (c). The downward flow of negative charges meets the upward flow of positive charges and a strong electric current the upward flow of positive charges and a strong electric current known as return stroke carries the positive charges into the cloud.

When the hailstone comes in contact with an ice crystal, an important phenomenon occurs: electrons flow from the colder object toward the warmer object. Hence, the hailstone becomes negatively charged. The same effect occurs when super-cooled droplets come in contact with a hailstone and tiny splinters of positively charged ice break off. These lighter positively charged particles are then carried to the upper part of the cloud by updrafts.
The hail, falls towards the bottom of the cloud, thus the lower part of the cloud becomes negatively charged. These negative charges are then discharged as lightning. We conclude from this that hail is the major factor in producing lightning.30
Allah says:
(And thunder glorifies and praises Him, and so do the angels because of His Awe. He sends the thunderbolts, and therewith He strikes whom He wills, yet they (disbelievers) dispute about Allah. And He is Mighty in strength and Severe in punishment.) (13:13)

Posted on Leave a comment

Fenomena Hujan dalam Al-Quran

Fenomena Hujan dalam Al-Quran

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ أَنزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَلَكَهُ يَنَابِيعَ فِي
الْأَرْضِ ثُمَّ يُخْرِجُ بِهِ زَرْعاً مُّخْتَلِفاً أَلْوَانُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ
مُصْفَرّاً ثُمَّ يَجْعَلُهُ حُطَاماً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِأُوْلِي
الْأَلْبَابِ

Apakah kamu tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diatur-Nya menjadi sumber-sumber di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanaman-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu ia menjadi kering lalu Kami melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal. Az-Zumar ( 39 ) : 21

Hujan merupakan anugerah yang diberikan Allah SWT bagi kita semua makhluk di alam semesta. Tetesan air yang turun dari langit menjadi sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup. Berkat kekuasaan Sang Khalik, setiap saat miliaran liter air berpindah dari lautan menuju atmosfer lalu kembali lagi menuju daratan. Kehidupan pun bergantung pada daur air ini.

Harun Yahya dalam The Signs In The Heavens and The Earth for Men of Undrestanding menjelaskan kekuasaan Allah SWT dalam menciptakan hujan. Harun membuktikan kebenaran dan kesesuaian ayat-ayat Alquran yang menjelaskan fenomena hujan dengan sains modern. “Andai manusia mencoba mengatur daur di alam semesta, maka tak akan pernah berhasil, walaupun mengerahkan semua teknologi yang ada di bumi,” paparnya.

Tanpa harus menggunakan biaya dan teknologi, makhluk hidup di bumi bisa menikmati air melalui proses penguapan. Menurut Harun, setiap tahunnya 45 miliar liter kubik air menguap dari lautan. Air yang menguap tersebut dibawa angin melintasi daratan dalam bentuk awan. Setiap tahun 3-4 miliar liter air dibawa dari lautan menuju darat untuk dapat dinikmati dan dimanfaatkan manusia.

Untuk itulah Al-quran mengajak manusia untuk mensyukuri hujan sebagai karunia yang diberikan Allah kepada makhluk-Nya. Dalam Al-Quran surat Al-Waqiah 68-70 Sang Khalik berfirman,
أَفَرَأَيْتُمُ الْمَاء الَّذِي تَشْرَبُونَ
أَأَنتُمْ أَنزَلْتُمُوهُ مِنَ الْمُزْنِ أَمْ نَحْنُ الْمُنزِلُونَ
لَوْ نَشَاء جَعَلْنَاهُ أُجَاجاً فَلَوْلَا تَشْكُرُونَ
“Maka terangkanlah kepada-Ku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukan Kami yang menurunkannya? Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapa kamu tidak bersyukur.”

Menurut Harun, Al-Quran dalam surat Az-Zukhruf ayat 11 mendefinisikan hujan sebagai air yang dikirimkan “menurut kadar”. Dalam ayat itu Allah berfirman, “Dan yang menurunkan air langit menurut kadar (yang diperlukan).” Harun menjelaskan, firman Allah SWT itu sangat sesuai dengan hasil kajian ilmu pengetahuan modern.

Betapa tidak, hujan turun ke bumi dengan takaran yang tepat. Takaran pertama yang berhubungan dengan hujan tentulah kecepatan turunnya. Menurut Harun, benda yang berat dan ukurannya sama dengan air hujan, bila dijatuhkan dari ketinggian 1200 meter, akan mengalami percepatan terus menerus dan akan jatuh ke bumi dengan kecepatan 558 km/jam.

“Akan tetapi rata2 kecepatan jatuhnya air hujan hanyalah 8-10 km/jam,” papar Harun. Ia menjelaskan, air hujan jatuh ke bumi dengan kecepatan yang rendah, karena titik hujan memiliki bentuk khusus yang mampu meningkatkan efek gesekan atmosfer dan membantu hujan turun ke bumi dengan kecepatan yang lebih rendah.

Harun menuturkan, ”Andaikan bentuk titik hujan berbeda, atau andaikan atmosfer tak memiliki sifat gesekan, maka bumi akan menghadapi kehancuran setiap hujan turun.” Menurut dia, ketinggian minimum awan hujan adalah 1200 meter. Efek yang ditimbulkan satu tetes air hujan yang jatuh dari ketinggian tersebut sama dengan benda seberat satu kilogram yang jatuh dari ketinggian 15 cm.

“Awan hujan pun dapat ditemui pada ketinggian 10 ribu meter. Pada kasus ini, satu tetes air yang jatuh akan memiliki efek yang sama dengan benda seberat satu kilogram yang jatuh dari ketinggian 110 cm,” tutur Harun. Ia menambahkan, dalam satu detik, kira-kira 16 juta ton air menguap dari bumi.

Jumlah itu, ungkap Harun, sama dengan jumlah air yang turun ke bumi dalam satu detik. “Dalam satu tahun, diperkirakan jumlah ini akan mencapai 505×1020 ton. Air terus berputar dalam daur yang seimbang berdasarkan takaran.”

Dalam surat An-Nahl ayat 10-11 Allah SWT berfirman,
هُوَ الَّذِي أَنزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لَّكُم مِّنْهُ شَرَابٌ وَمِنْهُ
شَجَرٌ فِيهِ تُسِيمُونَ
يُنبِتُ لَكُم بِهِ الزَّرْعَ وَالزَّيْتُونَ وَالنَّخِيلَ وَالأَعْنَابَ وَمِن
كُلِّ الثَّمَرَاتِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dialah yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan ) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan tanaman-tanaman ; zaitun, kurma, snggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.”

Yang tak kalah untuk dicermati, Al-quran menjelaskan bahwa air hujan adalah “tawar”. Dalam surat Al-Waqiah ayat 70, Allah SWT secara tak langsung Allah SWT telah menyatakan bahwa air hujan yang dinikmati umat manusia rasanya tawar.
لَوْ نَشَاء جَعَلْنَاهُ أُجَاجاً فَلَوْلَا تَشْكُرُونَ
“…Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur?”

Secara tegas dalam surat Al-Mursalat ayat 27, penjelasan tentang air tawar dijelaskan secara tegas. “…dan Kami beri minum kami dengan air yang tawar.” Tak hanya tawar, air yang diturunkan Allah SWT pun dijamin bersih. Dalam surat Al-Furqan ayat 28, Allah SWT berfirman, “…Kami turunkan dari langit air yang amat bersih.”

Ayat-ayat tersebut dapat dijelaskan kebenarannya berdasarkan sains. Menurut Harun, air hujan berasal dari 97% penguapan air laut yang asin. Lalu mengapa ketika turun ke bumi dalam bentuk air hujan menjadi tawar? Harun menuturkan, air hujan bersifat tawar karena adanya hukum fisika yang telah ditetapkan Allah.
“Berdasarkan hukum ini, dari manapun asal penguapan air, baik dari laut yang asin, dari danau yang mengandung mineral, atau dari dalam lumpur, air yang menguap tidak pernah mengandung bahan lain,“ paparnya. Harun mengungkapkan, air hujan akan jatuh ke tanah dalam keadaan murni dan bersih, sesuai ketentuan Allah yang telah dijelaskan dalam surat Al-Furqan di atas.

Kebenaran Al-Quran telah diakui para saintis barat. Prof Alfred Kroner, guru besar Departemen Geosains Universitas Mainz, Jerman, mengaku terkagum-kagum dengan isi Al-Quran yang mampu menjelaskan asal mula terbentuknya alam semesta. “Memikirkan dari mana Muhammad berasal… saya berpikir hampir tak mungkin dia telah megetahui banyak hal tentang asal mula alam semesta,“ paparnya.

Atas dasar itu, Prof Kroner juga meyakini bahwa Al-Quran yang disampaikan Nabi Muhammad SAW adalah firman yang berasal dari Tuhan. Hal senada diungkapkan Prof Yushidi Kusan, direktur Observatorium Tokyo, Jepang. Ia juga menyatakan sangat terkagum-kagum dengan apa yang dijelaskan Al-Quran tentang alam semesta.

“Saya sangat terkesan dengan fakta-fakta astronomi dalam Al-Quran yang terbukti kebenarannya. Kami, para astronom modern, baru mempelajari secuil saja tentang alam semesta,” ungkapnya. “Dengan membaca Al-Quran dan menjawab pertanyaan, saya kira, saya dapat menemukan jalan di masa depan untuk menginvestigasi alam semesta.”

Para saintis telah mempelajari beragam jenis awan. Selain itu, kalangan ilmuwan juga meneliti proses terbentuknya awan dan bagaimana hujan terjadi. Secara ilmiah, saintis memaparkan proses terjadinya hujan dimulai dari awan yang didorong angin. Awan cumulonimbus terbentuk ketika angin mendorong sejumlah awan kecil ke wilayah awan itu bergabung hingga kemudian terjadi hujan.

Tentang fenomena pembentukan awan dan hujan itu, Alquran pun menjelaskannya secara akurat. Simaklah Alquran surat Annur ayat 43. “Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagiannya), kemudian menjadikannya bertindih-tindih. Maka, kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan, seperti) gunung-gunung. Maka, ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.”

Menurut Harun Yahya, manusia baru mengetahui tahapan pembentukan hujan setelah radar cuaca ditemukan. Namun, Alquran telah menjelaskan secara detail pada 14 abad silam. Berdasarkan pengamatan radar, papar Harun, pembentukan hujan terjadi dalam tiga tahap. “Pertama, pembentukan angin; kedua, pembentukan awan; ketiga, turunnya hujan,” papar Harun.

Jauh sebelum manusia mengetahui itu, Allah SWT dalam surat Ar-Ruum ayat 48 berfirman “Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal, lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hambaNya yang dikehendaki-Nya tiba2 mereka menjadi gembira.”

Harun menjelaskan ayat itu sangat sesuai dengan pemantauan radar cuaca. Tahap pertama pembentukan hujan dijelaskan lewat, “Allah, Dialah yang mengirimkan angin…” tahap kedua dijelaskan dalam, “…lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal…” tahap ketiga, “…lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya.”

Sungguh Allah SWT Mahakuasa atas segala sesuatu.

Posted on Leave a comment

QURAN ON TIME RELATIVITY

QURAN ON TIME RELATIVITY

Quran On Time Dilation And Relativity
Velocity Time Dilation

One of the most revolutionary concepts that we learned in the 20th century is that time is not a universal measurement. The rate at which it passes depends entirely on your speed and acceleration at any given moment. In Einstein’s theory of relativity, time dilation describes a difference of elapsed time between two events, as measured by observers that are moving relative to each other. Basically, it states that the faster we go, the more the time is affected and almost stops for somebody moving at a speed close to the velocity of light.

In order to attempt to prove this theory of time dilation, two very accurate atomic clocks were synchronized and one was taken on a high-speed trip on an airplane. When the plane returned, the clock that took the plane ride was slower by exactly the amount Einstein’s equations predicted. Thus, a moving clock runs more slowly when viewed by a frame of reference that is not in motion with it.

TIME BETWEEN TICKS & TOCKS FOR A STATIONARY AND A MOVING CLOCK


Gravitational Time Dilation

Also, the general theory of relativity tells that time is slower in the fields of greater gravitation. A man walking on the surface of the moon will see that his clock runs more quickly as compared to Earth same is with his biological functions and all motions at the atomic and subatomic level.
Time is therefore a relative conception. Now look that almost 1400 years ago this is what the Quran told us in Surah Hajj 22:47, Surah Sajdah 32:5 and in Surah Maarij 70:4. Quran had already included information about time’s being relative. Hours differ and days are conceived differently according to the medium, place, and speed involved.


٤٧ وَيَسْتَعْجِلُونَكَ بِالْعَذَابِ وَلَنْ يُخْلِفَ اللَّهُ وَعْدَهُ ۚ وَإِنَّ يَوْمًا عِنْدَ رَبِّكَ كَأَلْفِ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ
And they urge you to hasten the punishment. But Allah will never fail in His promise. And indeed, a day with your Lord is like a thousand years of those which you count. 22: 47
٥ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ
He arranges [each] matter from the heaven to the Earth; then it will ascend to Him in a Day, the extent of which is a thousand years of those which you count. 32:5
٤ تَعْرُجُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
The angels and the Spirit will ascend to Him during a Day, the extent of which is fifty thousand years. 70:4
Another Perspective Of Time Relativity

Time relativity is also mentioned in the Quran in another sense. As mentioned below that when mankind will be resurrected then they will think that they stayed in the Earth for a brief period and secondly even after lapses of millions/billions of year since their death they would not feel anything just as we don’t feel that we are born after billions of year of the birth of this Universe.

Surah Taha 20:102-104
١٠٢ يَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ ۚ وَنَحْشُرُ الْمُجْرِمِينَ يَوْمَئِذٍ زُرْقًا
١٠٣ يَتَخَافَتُونَ بَيْنَهُمْ إِنْ لَبِثْتُمْ إِلَّا عَشْرًا
١٠٤ نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَقُولُونَ إِذْ يَقُولُ أَمْثَلُهُمْ طَرِيقَةً إِنْ لَبِثْتُمْ إِلَّا يَوْمًا
The Day the Horn will be blown. And We will gather the criminals, that Day, blue-eyed.
They will murmur among themselves, “You remained not but ten [days in the world].”
We are most knowing of what they say when the best of them in manner will say, “You remained not but one day.”
Surah Yunus 10: 45
……. ٤٥ وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ كَأَنْ لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا سَاعَةً مِنَ النَّهَارِ
And on the Day when He will gather them, [it will be] as if they had not remained [in the world] but an hour of the day….

Posted on Leave a comment

RELATIVITI MASA: MENGIKUT AL QUR’AN DAN SAINS

RELATIVITI MASA: MENGIKUT AL QUR’AN DAN SAINS

Hari ini, konsep relativiti masa adalah merupakan satu fakta saintifik yang telah pun dibuktikan. Hal ini telah di dedahkan melalui Teori Relativiti Einstein seawal abad ke 20. Sebelum itu, manusia tidak mengetahui bahawa masa adalah satu konsep yang bersifat relatif, dan bahawa ianya boleh berubah bergantung kepada persekitaran. Akhirnya, saintis agung Albert Einstein secara terbuka membuktikan fakta ini melalui teori relativitinya. Dia menunjukkan bahawa masa adalah bebas dari jisim dan halaju. Dalam sejarah manusia, tiada seorang pun yang pernah menjelaskan fakta ini secara nyata. Meskipun dengan satu pengecualian; Al-Qur’an telah pun memuatkan maklumat mengenai kerelatifan masa!! Beberapa ayat mengenai subjek ini berbunyi.

“Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janjinya. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kamu hitung. (Surah Al-Hadid: 47)

“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadaNya dalam satu saat yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu”. Surah As-Sajadah: 5)

“Para malaikat dan Jibril naik kepada Tuhan dalam sehari yang kadanya lima puluh ribu tahun”. (Surah Al-Ma’arij: 4)

Dalam setengah ayat, ianya dijelaskan bahawa manusia merasakan masa secara berbeza dan kadang-kadang mereka boleh merasa suatu masa yang singkat seolah-olah suatu masa yang panjang. Perbualan manusia berikut yang terjadi sewaktu pengadilan mereka di Hari Kemudian adalah satu contoh yang baik dalam hal ini.

“Allah berkata: berapa tahun lamanya kamu tinggal dibumi?. Sahut mereka itu: kami tinggal sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitungnya. Allah berkata: Kamu tiada tinggal (di dunia) melainkan sebentar saja jika kamu mengetahuinya. Surah Al-Mukminun: 112-114.
Fakta mengenai kerelatifan masa adalah sangat jelas disebutkan di dalam Al-Qur’an, yang dinyatakan pada tahun 610 adalah satu lagi bukti bahawa Al-Qur’an adalah sebuah kitab suci.

Posted on Leave a comment

Penjelasan Al-Qur’an Tentang Besi Turun Dari Langit Terbukti Ilmiah

Penjelasan Al-Qur’an Tentang Besi Turun Dari Langit Terbukti Ilmiah

Al-Qur’an merupakan kitab yang di dalamnya mengkaji secara universal terhadap semua ilmu pengetahuan. Inillah alasan mengapa diakhir hayatnya Rasulullah SAW memerintahkan kita berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan hadist. Tidak hanya pengetahuan yang dianggap memiliki peranan penting, terhadap benda yang mungkin tidak terpikir sebelumnya pun Allah SWT sudah menjelaskan dengan begitu nyata.
Seperti besi misalnya, perlu waktu bertahun-tahun para peneliti melakukan riset tentang benda yang memiliki banyak kegunaan ini. Para Astronom abad modern baru menemukan bahwa besi sebenarnya berasal dari langit. Padahal Allah SWT sejak kemunculan Al-Qur’an pada abad ke-7 lalu sudah menjelaskan hal tersebut. Allah SWT menjelaskannya secara jelas dalam Al Qur’an Dalam Surat Al Hadiid, yang berarti ‘besi’.

“…Dan Kami turunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia ….” (Al-Hadid, QS 57 : 25).
Kata “anzalnaa” yang berarti “kami turunkan” khusus digunakan untuk besi dalam ayat ini, dapat diartikan secara kiasan untuk menjelaskan bahwa besi diciptakan untuk memberi manfaat bagi manusia. Tapi ketika kita mempertimbangkan makna harfiah kata ini, yakni “secara bendawi diturunkan dari langit”, kita akan menyadari bahwa ayat ini memiliki keajaiban ilmiah yang sangat penting.

Hal ini diperkuat dengan studi baru yang diterbitkan dalam Meteoritics & Planetary Science mengungkapkan bahwa besi berasal dari luar angkasa. Awalnya mereka melakukan penelitian untuk melihat meneliti kandungan besi pada artefak yang ada di Mesir. Pada penelitian tersebut tim peneliti Inggris menetapkan bahwa logam berat ini ternyata dibuat dan dihasilkan dalam inti bintang-bintang raksasa. Setelah dikaji lebih lanjut tentang besi, ternyata sistem tata surya kita tidak memiliki struktur yang cocok untuk menghasilkan besi secara mandiri. Besi hanya dapat dibuat dan dihasilkan dalam bintang-bintang yang jauh lebih besar dari matahari, yang suhunya mencapai beberapa ratus juta derajat.
Baca Juga: Beginilah Cara Halau Setan Masuk ke Rumah
Ketika jumlah besi telah melampaui batas tertentu dalam sebuah bintang, bintang tersebut tidak mampu lagi menanggungnya, dan akhirnya meledak melalui peristiwa yang disebut “nova” atau “supernova”.
Akibat dari ledakan ini, meteor-meteor yang mengandung besi bertaburan di seluruh penjuru alam semesta dan mereka bergerak melalui ruang hampa hingga mengalami tarikan oleh gaya gravitasi benda angkasa.

Semua ini menunjukkan bahwa logam besi tidak terbentuk di bumi melainkan kiriman dari bintang-bintang yang meledak di ruang angkasa melalui meteor-meteor dan “diturunkan ke bumi”, persis seperti dinyatakan dalam ayat tersebut.
Jelaslah bahwa fakta ini tidak dapat diketahui secara ilmiah pada abad ke-7 ketika Al Qur’an diturunkan. Keajaiban dan keunikan besi bukan hanya sampai di situ saja. Secara alamiah unsur besi mempunyai 4 isotop, yaitu 54, 56, 57 dan 58. Yang stabil ada 3, yaitu 56, 57 dan 58. Dari ketiganya Isotop 57 adalah satu-satunya yang punya nuclear spin. Uniknya ini sesuai dengan urutan surat Al Hadid (besi) yang merupakan surat ke-57.
Sungguh Al Qur’an adalah petunjuk dan cahaya yang sangat terang. Maha Benar Allah SWT dengan segala firman-Nya.