Fenomena Hujan dalam Al-Quran
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ أَنزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَلَكَهُ يَنَابِيعَ فِي
الْأَرْضِ ثُمَّ يُخْرِجُ بِهِ زَرْعاً مُّخْتَلِفاً أَلْوَانُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ
مُصْفَرّاً ثُمَّ يَجْعَلُهُ حُطَاماً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِأُوْلِي
الْأَلْبَابِ
Apakah kamu tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diatur-Nya menjadi sumber-sumber di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanaman-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu ia menjadi kering lalu Kami melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal. Az-Zumar ( 39 ) : 21
Hujan merupakan anugerah yang diberikan Allah SWT bagi kita semua makhluk di alam semesta. Tetesan air yang turun dari langit menjadi sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup. Berkat kekuasaan Sang Khalik, setiap saat miliaran liter air berpindah dari lautan menuju atmosfer lalu kembali lagi menuju daratan. Kehidupan pun bergantung pada daur air ini.
Harun Yahya dalam The Signs In The Heavens and The Earth for Men of Undrestanding menjelaskan kekuasaan Allah SWT dalam menciptakan hujan. Harun membuktikan kebenaran dan kesesuaian ayat-ayat Alquran yang menjelaskan fenomena hujan dengan sains modern. “Andai manusia mencoba mengatur daur di alam semesta, maka tak akan pernah berhasil, walaupun mengerahkan semua teknologi yang ada di bumi,” paparnya.
Tanpa harus menggunakan biaya dan teknologi, makhluk hidup di bumi bisa menikmati air melalui proses penguapan. Menurut Harun, setiap tahunnya 45 miliar liter kubik air menguap dari lautan. Air yang menguap tersebut dibawa angin melintasi daratan dalam bentuk awan. Setiap tahun 3-4 miliar liter air dibawa dari lautan menuju darat untuk dapat dinikmati dan dimanfaatkan manusia.
Untuk itulah Al-quran mengajak manusia untuk mensyukuri hujan sebagai karunia yang diberikan Allah kepada makhluk-Nya. Dalam Al-Quran surat Al-Waqiah 68-70 Sang Khalik berfirman,
أَفَرَأَيْتُمُ الْمَاء الَّذِي تَشْرَبُونَ
أَأَنتُمْ أَنزَلْتُمُوهُ مِنَ الْمُزْنِ أَمْ نَحْنُ الْمُنزِلُونَ
لَوْ نَشَاء جَعَلْنَاهُ أُجَاجاً فَلَوْلَا تَشْكُرُونَ
“Maka terangkanlah kepada-Ku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukan Kami yang menurunkannya? Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapa kamu tidak bersyukur.”
Menurut Harun, Al-Quran dalam surat Az-Zukhruf ayat 11 mendefinisikan hujan sebagai air yang dikirimkan “menurut kadar”. Dalam ayat itu Allah berfirman, “Dan yang menurunkan air langit menurut kadar (yang diperlukan).” Harun menjelaskan, firman Allah SWT itu sangat sesuai dengan hasil kajian ilmu pengetahuan modern.
Betapa tidak, hujan turun ke bumi dengan takaran yang tepat. Takaran pertama yang berhubungan dengan hujan tentulah kecepatan turunnya. Menurut Harun, benda yang berat dan ukurannya sama dengan air hujan, bila dijatuhkan dari ketinggian 1200 meter, akan mengalami percepatan terus menerus dan akan jatuh ke bumi dengan kecepatan 558 km/jam.
“Akan tetapi rata2 kecepatan jatuhnya air hujan hanyalah 8-10 km/jam,” papar Harun. Ia menjelaskan, air hujan jatuh ke bumi dengan kecepatan yang rendah, karena titik hujan memiliki bentuk khusus yang mampu meningkatkan efek gesekan atmosfer dan membantu hujan turun ke bumi dengan kecepatan yang lebih rendah.
Harun menuturkan, ”Andaikan bentuk titik hujan berbeda, atau andaikan atmosfer tak memiliki sifat gesekan, maka bumi akan menghadapi kehancuran setiap hujan turun.” Menurut dia, ketinggian minimum awan hujan adalah 1200 meter. Efek yang ditimbulkan satu tetes air hujan yang jatuh dari ketinggian tersebut sama dengan benda seberat satu kilogram yang jatuh dari ketinggian 15 cm.
“Awan hujan pun dapat ditemui pada ketinggian 10 ribu meter. Pada kasus ini, satu tetes air yang jatuh akan memiliki efek yang sama dengan benda seberat satu kilogram yang jatuh dari ketinggian 110 cm,” tutur Harun. Ia menambahkan, dalam satu detik, kira-kira 16 juta ton air menguap dari bumi.
Jumlah itu, ungkap Harun, sama dengan jumlah air yang turun ke bumi dalam satu detik. “Dalam satu tahun, diperkirakan jumlah ini akan mencapai 505×1020 ton. Air terus berputar dalam daur yang seimbang berdasarkan takaran.”
Dalam surat An-Nahl ayat 10-11 Allah SWT berfirman,
هُوَ الَّذِي أَنزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لَّكُم مِّنْهُ شَرَابٌ وَمِنْهُ
شَجَرٌ فِيهِ تُسِيمُونَ
يُنبِتُ لَكُم بِهِ الزَّرْعَ وَالزَّيْتُونَ وَالنَّخِيلَ وَالأَعْنَابَ وَمِن
كُلِّ الثَّمَرَاتِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dialah yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan ) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan tanaman-tanaman ; zaitun, kurma, snggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.”
Yang tak kalah untuk dicermati, Al-quran menjelaskan bahwa air hujan adalah “tawar”. Dalam surat Al-Waqiah ayat 70, Allah SWT secara tak langsung Allah SWT telah menyatakan bahwa air hujan yang dinikmati umat manusia rasanya tawar.
لَوْ نَشَاء جَعَلْنَاهُ أُجَاجاً فَلَوْلَا تَشْكُرُونَ
“…Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur?”
Secara tegas dalam surat Al-Mursalat ayat 27, penjelasan tentang air tawar dijelaskan secara tegas. “…dan Kami beri minum kami dengan air yang tawar.” Tak hanya tawar, air yang diturunkan Allah SWT pun dijamin bersih. Dalam surat Al-Furqan ayat 28, Allah SWT berfirman, “…Kami turunkan dari langit air yang amat bersih.”
Ayat-ayat tersebut dapat dijelaskan kebenarannya berdasarkan sains. Menurut Harun, air hujan berasal dari 97% penguapan air laut yang asin. Lalu mengapa ketika turun ke bumi dalam bentuk air hujan menjadi tawar? Harun menuturkan, air hujan bersifat tawar karena adanya hukum fisika yang telah ditetapkan Allah.
“Berdasarkan hukum ini, dari manapun asal penguapan air, baik dari laut yang asin, dari danau yang mengandung mineral, atau dari dalam lumpur, air yang menguap tidak pernah mengandung bahan lain,“ paparnya. Harun mengungkapkan, air hujan akan jatuh ke tanah dalam keadaan murni dan bersih, sesuai ketentuan Allah yang telah dijelaskan dalam surat Al-Furqan di atas.
Kebenaran Al-Quran telah diakui para saintis barat. Prof Alfred Kroner, guru besar Departemen Geosains Universitas Mainz, Jerman, mengaku terkagum-kagum dengan isi Al-Quran yang mampu menjelaskan asal mula terbentuknya alam semesta. “Memikirkan dari mana Muhammad berasal… saya berpikir hampir tak mungkin dia telah megetahui banyak hal tentang asal mula alam semesta,“ paparnya.
Atas dasar itu, Prof Kroner juga meyakini bahwa Al-Quran yang disampaikan Nabi Muhammad SAW adalah firman yang berasal dari Tuhan. Hal senada diungkapkan Prof Yushidi Kusan, direktur Observatorium Tokyo, Jepang. Ia juga menyatakan sangat terkagum-kagum dengan apa yang dijelaskan Al-Quran tentang alam semesta.
“Saya sangat terkesan dengan fakta-fakta astronomi dalam Al-Quran yang terbukti kebenarannya. Kami, para astronom modern, baru mempelajari secuil saja tentang alam semesta,” ungkapnya. “Dengan membaca Al-Quran dan menjawab pertanyaan, saya kira, saya dapat menemukan jalan di masa depan untuk menginvestigasi alam semesta.”
Para saintis telah mempelajari beragam jenis awan. Selain itu, kalangan ilmuwan juga meneliti proses terbentuknya awan dan bagaimana hujan terjadi. Secara ilmiah, saintis memaparkan proses terjadinya hujan dimulai dari awan yang didorong angin. Awan cumulonimbus terbentuk ketika angin mendorong sejumlah awan kecil ke wilayah awan itu bergabung hingga kemudian terjadi hujan.
Tentang fenomena pembentukan awan dan hujan itu, Alquran pun menjelaskannya secara akurat. Simaklah Alquran surat Annur ayat 43. “Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagiannya), kemudian menjadikannya bertindih-tindih. Maka, kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan, seperti) gunung-gunung. Maka, ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.”
Menurut Harun Yahya, manusia baru mengetahui tahapan pembentukan hujan setelah radar cuaca ditemukan. Namun, Alquran telah menjelaskan secara detail pada 14 abad silam. Berdasarkan pengamatan radar, papar Harun, pembentukan hujan terjadi dalam tiga tahap. “Pertama, pembentukan angin; kedua, pembentukan awan; ketiga, turunnya hujan,” papar Harun.
Jauh sebelum manusia mengetahui itu, Allah SWT dalam surat Ar-Ruum ayat 48 berfirman “Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal, lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hambaNya yang dikehendaki-Nya tiba2 mereka menjadi gembira.”
Harun menjelaskan ayat itu sangat sesuai dengan pemantauan radar cuaca. Tahap pertama pembentukan hujan dijelaskan lewat, “Allah, Dialah yang mengirimkan angin…” tahap kedua dijelaskan dalam, “…lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal…” tahap ketiga, “…lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya.”
Sungguh Allah SWT Mahakuasa atas segala sesuatu.