Posted on Leave a comment

Sebelum Teori Big Bang, Alquran Sudah Jelaskan Awal Penciptaan Alam Semesta

Sebelum Teori Big Bang, Alquran Sudah Jelaskan Awal Penciptaan Alam Semesta

Ada banyak fakta ilmiah dan fenomena alam yang telah disebutkan dalam Alquran. Padahal kitab suci pedoman umat Islam ini turun pada 14 abad yang lalu ketika ilmu pengetahuan dan teknologi belum berkembang pesat seperti sekarang. Salah satunya adalah peristiwa penciptaan alam semesta dalam teori Big Bang.
Tentang Teori Big Bang
Dalam teori ini, awal mula alam semesta ini berbentuk satu massa yang besar (nebula primer). Kemudian terjadilah dentuman besar atau ledakan pemisah sekunder (Bing Bang) yang mengakibatkan pembentukan galaksi yang terbagi dalam planet, matahari, bulan dan lainnya.
Teori Big Bang memberikan penjelasan paling komprehensif dan akurat tentang penciptaan alam semesta. Teori ini diperkenalkan pada tahun 1927. Orang yang pertama kali memperkenalkan teori Big Bang adalah Georges Lemaître, seorang biarawan Roma Belgia, meski ia menyebutnya sebagai hipotesis atom purba.
Kerangka model teori Big Bang bergantung pada teori Relativitas Umum Albert Einstein dan beberapa perkiraan sederhana, seperti homogenitas dan isotropi ruang. Persamaan yang mendeksripsikan teori Ledakan Dahsyat dirumuskan oleh Alexander Friedmann.
Teori Big Bang menunjukkan bahwa semua benda di alam semesta pada awalnya satu wujud, dan kemudian terpisah-pisah. Ini diartikan bahwa keseluruhan materi diciptakan melalui Big Bang atau ledakan raksasa dari satu titik tunggal, dan membentuk alam semesta yang sekarang dengan cara pemisahan satu dengan yang lain.
Pada tahun 1948, Gerge Gamov muncul dengan gagasan lain tentang Big Bang. Ia mengatakan bahwa jika alam semesta terbentuk melalui ledakan raksasa, maka sisa radiasi yang ditinggalkan oleh ledakan itu haruslah ada di alam. Selain itu, radiasi itu juga harus tersebar merata di semua penjuru alam semesta.
Bukti yang “seharusnya ada” itu pada akhirnya memang ditemukan. Pada tahun 1965, dua peneliti bernama Arno Penziaz dan Robert Wilson menemukan gelombang itu tanpa sengaja. Radiasi tersebut, yang dinamakan radiasi latar kosmis, tidak terlihat memancar dari satu sumber tertentu, tetapi meliputi keseluruhan ruang angkasa, dan diketahui sebagai sisa radiasi peninggalan dari tahapan awal peristiwa Big Bang. Penzias dan Wilson dianugerahi Nobel untuk penemuan mereka.

Bukti ilmiah adanya ledakan besar sesuai teori Big Bang ini juga telah dipaparkan oleh NASA. Pada 1989, George Smoot bersama Tim NASA meluncurkan satelit untuk meneliti asal mula alam semesta. Lewat instrumen sensitif yang disebut COBE (Cosmic Background Emission Explorer), penelitian itu mengungkapkan bahwa terdapat sisa-sisa ledakan besar alam semesta.
Dari hasil penelitian itu, sebagian besar ilmuwan mulai percaya teori Big Bang. Bukti lain kebenaran teori Big Bang adalah berhasil ditemukannya jumlah relatif hidrogen dan helium di alam semesta. Hasil penelitian yang dilakukan mengungkap bahwa campuran unsur hidrogen dan helium di alam semesta sesuai perhitungan teoritis jika terjadi ledakan besar.
Sebelumnya, pada tahun 1925, Edwin Hubble mempersembahkan bukti pengamatannya bahwa semua galaksi bergerak saling menjauhi satu sama lain. Temuan astronom Amerika Serikat bahwa alam semesta mengembang itu sekaligus menegaskan kebenaran teori big bang.
Teori big bang menyebutkan bahwa dulunya alam semesta merupakan massa besar dan kemudian terpisah oleh sebuah ledakan besar. Konsekuensi dari teori ini, semestinya galaksi-galaksi bergerak saling menjauhi. Itulah yang kemudian ditemukan oleh Edwin Hubble.
Dari berbagai fakta ilmiah, akhirnya teori Big Bang mendapatkan persetujuan dunia ilmiah. Dalam sebuah artikel yang dimuat pada Oktober 2014, Scientific American menuliskan bahwa teori Big Bang adalah satu-satunya teori yang dapat menjelaskan asal mula alam semesta.
Penjelasan Alquran tentang Big Bang
Jauh sebelum teori Big Bang ini ada, Alquran sudah menyebutkan tentang awal penciptaan alam semesta. Padahal ketika itu, tidak ada teleskop untuk mengamati luar angkasa. Ilmu astronomi pun belum berkembang seperti saat ini.
Dalam Alquran Surat Al Anbiya’ ayat 30, Allah SWT berfirman:
“Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi keduanya dahulu menyatu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air. maka mengapa mereka tidak juga beriman?”
Kata ratq dalam ayat tersebut diartikan sebagai suatu yang padu digunakan untuk merujuk pada dua zat berbeda yang membentuk suatu kesatuan. Ungkapan Kami pisahkan antara keduanya adalah terjemahan kata Arab fataqa, dan bermakna bahwa sesuatu muncul menjadi ada melalui peristiwa pemisahan atau pemecahan struktur dari ratq.
Dalam ayat tersebut, langit dan bumi adalah subyek dari kata sifat fatq. Keduanya lalu terpisah (fataqa) satu sama lain. Segala sesuatu, termasuk langit dan bumi yang saat itu belumlah diciptakan, juga terkandung dalam titik tunggal yang masih berada pada keadaan ratq ini.
Titik tunggal ini meledak sangat dahsyat, sehingga menyebabkan materi-materi yang dikandungnya untuk fataqa (terpisah), dan dalam rangkaian peristiwa tersebut, bangunan dan tatanan keseluruhan alam semesta terbentuk.
Lalu ada kalimat “Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup”. Kita mengetahui bahwa segala yang bernyawa, termasuk tumbuhan bersel satu pasti mengandung air dan juga membutuhkan air. Keberadaan air adalah satu indikasi adanya kehidupan di suatu planet. Tanpa air, mustahil ada kehidupan. Inilah satu kebenaran ayat Alquran.
Ketika kita bandingkan penjelasan ayat tersebut dengan berbagai penemuan ilmiah, akan kita pahami bahwa keduanya benar-benar bersesuaian satu sama lain.
Selanjutnya dalam Alquran Surat az-Zariyat [51]:47) Allah SWT. “Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.”
Kata langit di sini digunakan dengan arti alam semesta. Alquran menyebutkan bahwa alam semesta mengalami perluasan atau mengembang. Inilah yang kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan masa kini.

Sebelumnya, pandangan yang umum diyakini di dunia ilmu pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan telah ada sejak dahulu kala tanpa permulaan. Namun, penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan dengan teknologi modern, mengungkapkan bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki permulaan, dan ia terus-menerus mengembang.
Dr. Zakir Naik dalam bukunya Miracles of Al Quran and As Sunnah mengatakan, kesesuaian yang harmoni antara Alquran dan teori Big Bang adalah suatu hal yang tidak dapat dielakkan. “Sungguh menakjubkan! Bagaimana mungkin sebuah kitab yang muncul di padang pasir Arab 1.400 tahun silam mengandung kebenaran ilmiah yang mendalam”
Kemudian Stephen Hawking dalam bukunya A Brief History of Time menyebutkan bahwa penemuan fakta ilmiah alam semesta senantiasa berkembang adalah sebuah revolusi intelektual abad ke-20. Alquran menyebutkan fakta ilmiah ini jauh sebelum manusia belajar membuat sebuah teleskop.
Beberapa orang mungkin mengatakan bahwa penemuan fakta astronomi dalam Alquran bukanlah sesuatu yang mengherankan karena orang Arab dikenal maju dalam bidang astronomi. Pengakuan mereka jika orang Arab unggul dalam astronomi memang benar, tapi Al Quran mengungkapkan fakta ilmiah ini berabad-abad sebelum orang Arab unggul dalam astronomi.
Subhanallah, semoga menambah ghairah untuk terus belajar dan mendalami ini kandungan Alquran.
Wallahu’alam bishawab

Sumber:
‘Alquran vs Sains Modern, Addeen, Baitul Maqdis
Ensliklopedi Islam, Mukjizat Al-Qur’an (Penciptaan Alam Semesta), 2010. Jakarta.
The Qur’aan and Modern Science (Compatible or Incompatible)

Posted on Leave a comment

The Quran on the Expanding Universe and the Big Bang Theory

The Quran on the Expanding Universe and the Big Bang Theory

Hubble’s Law
For thousands of years, astronomers wrestled with basic questions concerning the universe. Until the early 1920’s, it was believed that the universe had always been in existence; also, that the size of the universe was fixed and not changing. However, in 1912, the American astronomer, Vesto Slipher, made a discovery that would soon change astronomers’ beliefs about the universe. Slipher, noticed that the galaxies were moving away from earth at huge velocities. These observations provided the first evidence supporting the expanding-universe theory.[1]

Before the invention of the telescope in 1608, man could do little more than wonder about the origin of the universe. (Courtesy: NASA)

In 1916, Albert Einstein formulated his General Theory of Relativity that indicated that the universe must be either expanding or contracting. Confirmation of the expanding-universe theory finally came in 1929 in the hands of the well known American astronomer Edwin Hubble.
By observing redshifts[2] in the light wavelengths emitted by galaxies, Hubble found that galaxies were not fixed in their position; instead, they were actually moving away from us with speeds proportional to their distance from earth (Hubble’s Law). The only explanation for this observation was that the universe had to be expanding. Hubble’s discovery is regarded as one of the greatest in the history of astronomy. In 1929, he published the velocity-time relation which is the basis of modern cosmology. In the years to come, with further observations, the expanding-universe theory was accepted by scientists and astronomers alike.

With the Hooker Telescope, Hubble discovered that the galaxies were moving away us. Above are photos of known galaxies. (Courtesy: NASA)

Yet, astonishingly well before telescopes were even invented and well before Hubble published his Law, Prophet Muhammad used to recite a verse of the Quran to his companions that ultimately stated that the universe is expanding.
“And the heaven We created with might, and indeed We are (its) expander.” (Quran 51:47)

At the time of the revelation of the Quran, the word “space” was not known, and people used the word “heaven” to refer to what lies above the Earth. In the above verse, the word “heaven” is referring to space and the known universe. The verse points out that space, and thus the universe, happens to be expanding, just as Hubble’s Law states.
That the Quran mentioned such a fact centuries before the invention of the first telescope, at a time when there was primitive knowledge in science, is considered remarkable. This is more so considering that, like many people in his time, Prophet Muhammad happened to be illiterate and simply could not have been aware of such facts by himself. Could it be that he had truly received divine revelation from the Creator and Originator of the universe?

The Big Bang Theory
Soon after Hubble published his theory, he went on to discover that not only were galaxies moving away from the Earth, but were also moving away from one another. This meant that the universe happened to be expanding in every direction, in the same way a balloon expands when filled with air. Hubble’s new findings placed the foundations for the Big Bang theory.
The Big Bang theory states that around 12-15 billion years ago the universe came into existence from one single extremely hot and dense point, and that something triggered the explosion of this point that brought about the beginning of the universe. The universe, since then, has been expanding from this single point.
Later, in 1965, radio astronomers Arno Penzias and Robert Wilson made a Noble Prize winning discovery that confirmed the Big Bang theory. Prior to their discovery, the theory implied that if the single point from which the universe came into existence was initially extremely hot, then remnants of this heat should be found. This remnant heat is exactly what Penzias and Wilson found. In 1965, Penzias and Wilson discovered a 2.725 degree Kelvin Cosmic Microwave Background Radiation (CMB) that spreads through the universe. Thus, it was understood that the radiation found was a remnant of the initial stages of the Big Bang. Presently, the Big Bang theory is accepted by the vast majority of scientists and astronomers.

A microwave map of the leftover from the Big Bang that gave birth to the universe. (Courtesy: NASA)

It is mentioned in the Quran:
“He (God) is the Originator of the heavens and the earth…” (Quran 6:101)
“Is not He who created the heavens and the earth Able to create the likes of them? Yes; and He is the Knowing Creator. His command is only when He intends a thing that He says to it, ‘Be,’ and it is.” (Quran 36:81-82)
The above verses prove that the universe had a beginning, that God was behind its creation, and all that God needs to do inorder to create is to say “Be,” and it is. Could this be an explanation as to what triggered off the explosion that brought about the beginning of the universe?
The Quran also mentions:
“Have those who disbelieved not considered that the heavens and the earth were a joined entity, then We separated them, and made from water every living thing? Then will they not believe?” (Quran 21:30)
Muslim scholars who have explained the previous verse mention that the heavens and earth were once one, and then God caused them to separate and form into the seven heavens and Earth. Yet, due to the limitations of science and technology at the time of the revelation of the Quran (and for centuries to follow), no scholar was able to give much detail about how exactly the heavens and earth were created. What the scholars could explain was the precise meaning of each word in Arabic in the verse, as well as the overall meaning of the verse.
In the previous verse, the Arabic words ratq and fataq are used. The word ratq can be translated into “entity” “sewn to” “joined together” or “closed up”. The meaning of these translations all circulate around something that is mixed and that has a separate and distinct existence. The verb fataq is translated into “We unstitched” “We clove them asunder” “We separated” or “We have opened them”. These meanings imply that something comes into being by an action of splitting or tearing apart. The sprouting of a seed from the soil is a good example of a similar illustration of the meaning of the verb fataq.

With the introduction of the Big Bang theory, it soon became clear to Muslim scholars that the details mentioned with regards to the theory go identically hand in hand with the description of the creation of the universe in verse 30 of chapter 21 of the Quran. The theory states that all the matter in the universe came into existence from one single extremely hot and dense point; that exploded and brought about the beginning of the universe, matches what is mentioned in the verse that the heaven and Earth (thus the universe) where once joined together, and then split apart. Once again, the only possible explanation is that Prophet Muhammad had truly received divine revelation from God, The Creator and Originator of the universe.

Posted on Leave a comment

SAINS ISLAM DAN SAINS BARAT

SAINS ISLAM DAN SAINS BARAT

Oleh Dr. Danial bin Zainal Abidin

Islam tidak pernah mengetepikan sains. Sains mengikut Encarta Encyclopedia ialah, “Systematized knowledge in any field, but applied usually to the organization of objectively verifiable sense experience.” Ia bermaksud, “Sains dalam skop yang luas bermaksud ilmu-ilmu yang diperoleh secara sistematik berdasarkan pengalaman deria yang dapat dibuktikan secara objektif.”
Secara umumnya, sains boleh didefinisikan sebagai ilmu yang dihasilkan melalui cerapan (iaitu analisis dengan menggunakan panca indera) serta fahaman yang lahir daripadanya. Ia juga boleh diertikan sebagai huraian secara sistematik tentang fenomena tabii atau alam semula jadi. Huraian secara sistematik melibatkan penggunaan intelek di samping kaedah yang dapat diukur (quantitative). Jika diamati definisi-definisi ini, ia memang telah ditekankan oleh Islam berdasarkan dalil-dalil dan nas yang telah disebutkan sebelum ini.
Ilmu sains melahirkan teknologi. Teknologi (mengikut Merriam-Webster Dictionary, The American Heritage Dictionary of the English Language: Fourth Edition dan WordNet Dictionary), boleh didefinisikan sebagai, “Pengaplikasian atau penggunaan ilmu terutamanya ilmu sains secara praktikal dan digunakan terutamanya dalam bidang perdagangan dan industri untuk kemanfaatan manusia.” Justeru, ilmu sains merupakan alat penting untuk membina teknologi namun ilmu sains bukanlah teknologi. Sebagai contoh, sains membicarakan tentang teori atom dan daripada itu lahirlah teknologi yang menghasilkan kuasa atom.

Keterbatasan Sains
Islam memberi kebebasan kepada para saintis untuk mengkaji, namun ia menyedari keterbatasan intelek yang dimiliki manusia. Justeru, sains Islam menjadikan wahyu sebagai sumber rujukan yang tertinggi. Dalam erti kata yang lain, dalam Islam, wahyu mengatasi akal kerana wahyu datang daripada kuasa tanpa batas sedangkan akal terbatas. Sains tidak boleh mengatasi wahyu. Apa-apa konklusi yang bercanggah dengan dasar-dasar wahyu dianggap sebagai konklusi sains yang salah dan apa-apa yang selari dengannya bolehlah diterima. Dalam hal ini Allah berfirman dalam surah al-Jathiyah ayat 20, “Al-Quran ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini.”

Justeru, sains dalam Islam ialah sains yang berkonsepkan tauhid. Sains dalam Islam tunduk kepada prinsip-prinsip yang ditetapkan Allah melalui rasulnya. Sains dalam Islam tunduk kepada al-Quran.
Di barat konsep yang merujukkan sains kepada Tuhan, wahyu dan kuasa ghaib dikenali sebagai creationism. Kadang kala ia dikenali juga sebagai intelligent design. Konsep-konsep ini ditolak oleh ramai saintis di barat. Sebagai contoh, para saintis daripada Akademi Sains Kebangsaan di Amerika (The U.S. National Academy of Sciences) menegaskan bahawa “sebarang kenyataan yang menetapkan bahawa asal usul kehidupan ini ada perkaitan dengan kuasa ghaib (supernatural intervention) tidak boleh diiktiraf sebagai sains.” Hal ini dinyatakan dalam Science and Creationism: A View from the National Academy of Sciences, Second Edition, terbitan National Academy of Sciences tahun 1999.

Dalam kes Kitzmiller lawan Dover Area School District pada tahun 2005 (Case No. 04cv2688. December 20, 2005), sebuah mahkamah persekutuan di Amerika memutuskan mana-mana sekolah yang mengajar sains dan mengaitkan kejadian kehidupan dengan kuasa ghaib dan mengetepikan teori evolusi, ia dianggap telah melanggar perlembagaan Amerika.

Matlamat dan Metodologi Sains
Dalam Islam, sains mempunyai matlamatnya. Matlamat jangka pendek ialah mengenali hakikat kejadian alam serta manusia dan memanfaatkan ilmu itu untuk kebaikan semua. Sebagai contoh, melalui sains kita mengetahui bahawa seks kromosom lelaki menentukan kejantinaan seseorang bayi, kejadian bayi bermula dengan persenyawaan antara sperma lelaki dan ovum wanita, kejadian bumi berlaku selepas kejadian bintang-bintang di langit dan yang seumpamanya. Namun akhirnya yang menjadi keutamaan ialah matlamat jangka panjang iaitu mengagungkan dan membesarkan Allah. Hal ini terserlah dalam surah al-Mukminun ayat 14 yang bermaksud, “Kemudian Kami menjadikan benih nuthfah itu alaqah. Kemudian daripada alaqah Kami jadikan mudghah. Kemudian daripada mudghah Kami jadikan tulang dan Kami tutup tulang itu dengan daging. Kemudian Kami jadikannya makhluk berbentuk lain. Maha suci Allah, sebaik-baik Pencipta.” Perhatikanlah ayat ini dengan baik. Selepas Allah menceritakan fasa-fasa kejadian bayi (dan hal ini dapat disahkan oleh sains), Allah mengakhiri ayat itu dengan ungkapan, “Maha suci Allah, sebaik-baik Pencipta.” Inilah matlamat asasi sains, iaitu untuk mengagungkan Allah.

Untuk mencapai matlamat ini metodologi yang digunakan perlulah betul. Sains berkonsepkan tauhid melahirkan metodologi atau pendekatan yang mengambil kira syariat. Kepatuhan kepada syariat tidak menghalang kreativiti dan inovasi kerana kebebasan untuk mengkaji telah pun diberikan Islam berdasarkan sabda nabi yang bermaksud, “Kamu lebih tahu tentang urusan duniamu.” Yang dituntut ialah kepatuhan kepada prinsip-prinsip syariat yang akan mencantikkan sains. Sebagai contoh syariat mengutamakan nyawa manusia. Justeru kajian sains dan teknologi yang terhasil daripadanya tidak boleh digunakan untuk memusnahkan nyawa. Syariat juga melarang kemudaratan dilakukan berdasarkan sabda nabi yang bermaksud, “Tidak boleh melakukan kemudaratan dan tidak boleh membalas dengan kemudaratan.” Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Malik, Al-Hakim, Baihaqi dan Ibn Majah.

Islam juga menekankan tentang akhlak. Antara akhlak yang wajib dihayati ialah sikap bertanggungjawab ataupun amanah. Amanah ini melibatkan individu, alam sekitar dan masyarakat secara amnya. Lihatlah apa yang berlaku pada hari ini apabila sains dan teknologi terbabas daripada nilai-nilai amanah dan agama. Sebagai contoh, bidang bioteknologi telah melahirkan satu konsep baru yang dikenali sebagai kejuruteraan genetik (genetic engineering). Teknologi ini mampu memindahkan bahan genetik yang bernama DNA dari satu spesies ke spesies yang lain. Walau bagaimanapun untuk berjaya, proses ini memerlukan bantuan virus tertentu agar DNA daripada spesies yang berbeza dapat mengenali antara satu sama lain. Penggunaan kuman-kuman virus ini akhirnya menyebabkan kelahiran pelbagai kuman serta penyakit baru yang mampu membunuh manusia. Mengikut Dr Mae-Wan Ho, pengarah Bioelectrodynamics Laboratory di Open University, United Kingdom, kejuruteraan genetik telah menyebabkan wabak kolera menyerang India pada tahun 1992, wabak kuman streptococcus di Tayside pada tahun 1993 dan wabak kuman E. Coli 157 di Scotland.

Justeru, kepatuhan kepada syariat adalah penting agar sains tidak terbabas daripada landasan kebenaran dan kesejahteraan.

Sumber rujukan.
Hasil Nukilan :
Dr. Danial Zainal Abidin
dzcsyifa@streamyx.com
http://danialzainalabidin.com.2/09/2011.

Posted on Leave a comment

Hidupan Berasal Daripada Air ?

Hidupan Berasal Daripada Air ?

Dalam surah al-Anbiyak ayat 30 Allah berkata,
“Apakah orang-orang kafir itu tidak mengetahui langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu kemudian kami pisahkan antara keduanya. Daripada air kami jadikan segala sesuatu yang hidup”.

Ayat ini menjelaskan mengenai dua perkara penting. Pertama mengenai asal-usul kejadian langit dan bumi yang pada asalnya bercantum padu, kemudian dipisahkan antara kedua-duanya. Hal ini adalah selari dengan kejadian BIg Bang yang berlaku lebih kurang 14 bilion tahun dahulu. Kedua, ayat ini menjelaskan mengenai hakikat kehidupan air adalah asas bagi segala kehidupan. Tanpanya hidupan tidak wujud sama sekali.

Molekul Air

Air Asas kepada Segala Hidupan?
Air tidak hanya penting dalam proses kejadian langit dan bumi, ia juga penting bagi hidupan-hidupan di dunia. Hal ini ditegaskan Allah di beberapa tempat dalam Al-Quran, sebagai contoh, dalam surah al-Anbiyak ayat 30 Allah berkata, “Dan daripada air kami jadikan segala sesuatu yang hidup.”

Ia juga terdapat dalam surah an-Nur ayat 45 yang bermaksud, “Allah mencipta kesemua jenis haiwan daripada air.”

Mengikut BBC News dalam segmen Science and Nature (Space) bertarikh 27 Mei 2006, pakar-pakar biologi bersepakat air adalah asas kepada kehidupan. Tanpanya, kehidupan tidak boleh wujud dan sekiranya ia wujud, ia tidak boleh berterusan tanpa air.

Kenyataan bahawa hidupan bermula daripada air mendapat kekuatan tambahan dengan penemuan terbaru yang mendapati hidupan mungkin bermula di bawah lautan. Mengikut BBC News Online bertarikh 9 September 1998, di segmen Sci/Tech bawah tajuk Springing To Life Under The Sea, saintis-saintis mengatakan rahsia mengenai kewujudan hidupan yang awal di dunia mungkin wujud 9 000 kaki di bawah lautan Atlantik. Di situ para saintis menemui semburan hidrogen dan selepas mereka mengkaji persekitarannya, mereka merasakan ia sesuai bagi melahirkan kehidupan di peringkat awal.

Setiap hidupan terbina daripada sel dan kehidupan sel bergantung kepada protoplasma dan protoplasma memerlukan air untuk hidup kerana 80 peratus daripadanya adalah air, justeru tidak boleh wujud sebarang hidupan tanpa air.

Kesemua penemuan ini menunjukkan kenyataan al-Quran bahawa segala kehidupan bermula daripada air adalah benar dan dapat disahkan melalui kajian sains.

SumbeR : Quran Saintifik, Dr. Danial Zainal Abidin

Posted on Leave a comment

Orbit Mengelilingi Galaksi

Orbit Mengelilingi Galaksi

Secara umumnya, apabila kita berbicara mengenai orbit (putaran) bumi dan objek-objek di langit, ayat-ayat Quran nampak seolah-olahnya memfokuskan mengenai satu aspek saja, iaitu mengenai putaran objek-objek ini di atas paksinya (seperti yang dibicarakan sebelum dalam tajuk ‘Orbit-orbit bumi dan objek di langit, sebelum ini). Adakah ini menunjukkan tidak wujud putaran dalam bentuk lain bagi objek-objek ini?

Rupa-rupanya di dalam al-Quran terdapat ayat yang mengisyaratkan mengenai putaran yang berbeza. Ini telah tertulis di dalam surah Yasin ayat 38,Allah menyatakan,

وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ

Maksudnya: “Dan matahari beredar (tajri) ke tempat tujuannya (mustaqar). Demikianlah yang ditentukan oleh yang maha perkasa lagi maha mengetahui.”

Perkataan yang penting dalam ayat ini ialah tajri dan mustaqar. Tajri bermaksud berlari dan mustaqar bermaksud tempat tujuan, perhentian atau tempat menetap. Di dalam al-Asas fi al-Tafsir, as-Syeikh Said Hawa mentafsirkan ayat ini dengan berkata, “(Antara tanda kekuasaan Allah adalah) matahari bergerak menuju ke tempat menetap baginya.” Sekiranya ayat sebelum ini menyatakan matahari ‘berenang atau bergerak dalam bulatannya’, ayat ini pula menyatakan matahari ‘berlari menuju ke tempat perhentiannya’. Justeru ayat pertama membicarakan mengenai putaran di atas paksi manakala ayat kedua membicarakan mengenai putaran (orbit) yang berbeza.

Penemuan semasa mengesahkan matahari, di samping bergerak di atas paksinya yang mengambil masa 25 hari bagi melengkapkan satu putaran, ia juga bergerak mengelilingi galaksinya yang bernama Bimasakti (Milky Way). Para saintis mengesahkan matahari bergerak mengelilingi bahagian tengah (nukleus) galaksi ini dengan kelajuan 220 km/saat (140 mi/s). Ini bermakna ia mengambil masa lebih kurang 225 juta bagi melengkapkan satu pusingan mengelilingi bahagian nukleus galaksi ini.

Justeru, dalam surah yasin,ayat 38 ini mensyariatkan objek-objek di langit (termasuk bumi) di samping berputar di atas paksinya, juga beredar mengelilingi pusat (nukleus) galaksinya mengikut ketetapan Allah seperti yang berlaku kepada matahri. Ini sudah memadai bagi merangsang umat Islam supaya terus mengkaji rahsia kejadian alam termasuk yang berkaitan dengan putaran dan peredaran objek-objek di langit.

Sumber: Quran Saintifik, Dr. Danial Zainal Abidin

Posted on Leave a comment

Orbit-orbit Bumi & Objek di Langit

Orbit-orbit Bumi & Objek di Langit

Seorang pakar astronomi daripada Poland, Nicolaus Copernicus mengutarakan teori yang dikenali sebagai teori helio sentrik. Melalui buku beliau yang diterbitkan pada tahun 1543 Masihi bertajuk De revolutionibus orbium coelestium (On the revilutions of the Heavenly Spheres), beliau mengatakan matahari berada dalam keadaan pegun di tengah-tengah angkasa manakala objek-objek lain di kosmos berpusing mengelilinginya. Hal ini dilaporkan dalam Stanford Encyclopedia of Philosophy di http://plato.stanford.edu/entries/copernicus.

Sebaliknya Quran menyatakan bumi dan matahari berputar dan tidak pegun. Sebagai contoh, dalam surah Al-Anbiyak ayat 33 Allah berkata,

وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ

Maksudnya: “Dan Dialah yang menciptakan malam dan siang,matahari dan bulan. Kesemuanya beredar (yasbahuun) dalam falaknya.”

Perkataan yasbahuun bermaksud berenang. perkataan berenang pada asalnya berkaitan dengan perbuatan seseorang yang bergerak dalam air melalui pergerakan anggota badannya. Begitulah kiasannya dengan matahari dan bulan. kedua-duanya bergerak sendiri di angkasa. Pendek kata, matahari dan bulan tidak pegun. Tambahan daripada itu oleh sebab perkataan falak digunakan, dan falak bermaksud bulat seperti sfera, ayat ini menunjukkan matahari dan bulan bergerak dalam bulatan.

Justeru di dalam Tafsir al-Quran al-Azim,Imam Ibn Kathir menukilkan pandangan sahabat Abdullah bin Abbas yang mengatakan ‘malam dan siang’ matahari dan bulan beredar dalam bulatan sebagaimana beredarnya rahat ketika menggulung benang’. Mengikut kamus Dewan, rahat ialah alat bulat seumpama roda yang digunakan bagi menggulung benang. Pentafsiran ini menunjukkan para sahabat di zaman nabi sudah berpegang dengan pendapat matahari dan bulan berputar dalam bulatan di atas paksinya sendiri.

Seperkara yang menarik dalam ayat ini adalah Allah mengatakan,malam dan siang, seperti matahari dan bulan juga berputar dalam falaknya. Semasa menjelaskan ‘malam dan siang, matahari dan bulan beredar dalam falaknya’, Allah menggunakan perkataan yasbahuun yang melambangkan banyak (lebih dari dua,dalam tatabahasa bahasa arab).

Said hawa di dalam al-Asas fi al-tafsir menjelaskan perkataan yasbahuun adalah perkataan perbuatan (verb) yang digunakan bagi objek yang berjumlah lebih daripada dua. Dalam ayat ini, jumlah objek yang Allah nyatakan hanya dua, iaitu matahari dan bulan. Di manakah objek yang ketiga? malam dan siang bukannya objek sebaliknya adalah fenomena yang berlaku di atas bumi. Oleh sebab putaran malam dan siang berlaku di atas bumi, maka objek yang ketiga yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah bumi. Tambahan daripada itu, disebabkan Allah mengatakan malam dan siang berputar (yasbahuun), menunjukkan bumi berputar dan hasil daripada putaran bumi di atas paksinya, maka lahirlah fenomena siang dan malam.

Kesemua ini menampakkan Quran adalah sebuah kitab yang begitu saintifik kerana kenyataan-kenyataan ini adalah selari dengan penemuan semasa.

Sumber: Quran Saintifik, Dr. Danial Zainal Abidin

Posted on Leave a comment

Antara Sinar & Cahaya

Antara Sinar & Cahaya

Masa di mana ilmu metafizik tidak dapat membezakan di antara sinar dan cahaya, kita menemui konsep sains al Quran dalam masalah ini salah satunya Al Quran menerangkan tentang matahari. Al Quran mengilustrasikan matahari sebagai sinar dan menggambarkan bulan sebagai cahaya,ini adalah satu bentuk ayat wasfiyah,sebagaimana Firman Allah SWT:

هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاء وَالْقَمَرَ نُوراً وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُواْ عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللّهُ ذَلِكَ إِلاَّ بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Maksudnya: “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya…”(Surah Yunus : 5)

Sinar adalah suatu yang terpancar langsung dari benda yang terbakar serta bercahaya dengan sendirinya manakala sinar ini jatuh pada benda yang gelap maka sinar tersebut akan memancar.

تَبَارَكَ الَّذِي جَعَلَ فِي السَّمَاء بُرُوجاً وَجَعَلَ فِيهَا سِرَاجاً وَقَمَراً مُّنِيراً

Maksudnya: “Maha suci Allah yang menjadikan di langit gugusan bintang (buruj) dan menjadikan padanya siraaj dan bulan yang munir.” (surah al-Furqan ayat 61)

Hal yang sama ditekankan dalam surah al-Nabak ayat 13 yang bermaksud, “Dan Kami yang jadikan siraajan wahhaaja (iaitu matahari).”

Dalam surah an-Nuh ayat 15 hingga 16 pula Allah berkata, “Tidakkah Kamu perhatikan bagaimana Allah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat dan Allah menciptakan pada langit-langit itu bulan sebagai nuur dan matahari sebagai siraaj.”

Di dalam Hans Wehr: A Dictionary Of Modern Written Arabic, siraj diertikan sebagai ‘lamp’, ‘light’ yang bermaksud ‘pelita’, ‘lampu,. Makna wahaaja pula adalah burn, blaze, flame yang bermaksud membakar, menyala, berapi. Justeru matahari sebagai siraaj dan siraajan wahaaja mengeluarkan cahaya sendiri melalui proses tertentu yang berlaku di dalamnya.

Nuur diertikan sebagai brightness, gleam, glow yang bermaksud bercahaya, menyilau. Muniir pula diertikan sebagai luminous, radiant, shining yang bermaksud bercahaya, bersinar. Justeru bulan sebagai nuur dan muniir tidak mengeluarkan cahaya sendiri sebaliknya ia mamantulkan cahaya matahari yang menimpanya.

Ayat-ayat ini menjelaskan mengenai perbezaan antara matahari dan bulan dalam konteks cahaya yang dikeluarkan kedua-duanya. Mengikut al-Quran, matahari membakar dan dengan itu mengeluarkan cahaya sedangkan bulan hanya bersinar iaitu menerima dan memantulkan cahaya. Kiasannya adalah seperti lampu dan cermin, lampu mengeluarkan cahaya, sedangkan cermin hanya memantulkan cahaya.

Kenyataan ini adalah selari dengan penemuan sains semasa kerana matahari adalah sebuah bintang sedangkan bulan adalah satelit. Seperti bintang-bintang yang lain, kestabilan matahari dan sinaran cahaya yang keluar daripadanya bergantung kepada tenaga yang mampu dihasilkannya.

Perbezaan jelas antara sinar dan cahaya sudah diterangkan oleh Allah SWT 1400 tahun silam yang menjadi penegas bagi mukjizat sains Al Quran Al Karim.
Sebenarnya ilmu metafizik yang ada dalam kehidupan kita waktu ini merupakan akumulasi ilmu pengetahuan di kurun ke 21 tetapi baru beberapa tahun terakhir sahaja ilmu metafizik dapat membezakan di antara sinar dan cahaya.

Sumber: Quran Saintifik, Dr. Danial Zainal Abidin

Posted on Leave a comment

Jangka Hayat Matahari

Jangka Hayat Matahari

Matahari adalah sebuah bintang. Kejadiannya bermula lebih kurang 8-10bilion tahun selepas berlaku Big Bang, iaitu lebih kurang 5 bilion tahun dahulu. Proses nuklear yang berlaku dalam matahari melahirkan cahaya matahari (sunlight). Cahaya ini diibaratkan seperti nadi kehidupan bagi bumi kerana hampir semua jenis kehidupan di bumi ini memerlukannya dan memanfaatkannya melalui proses fotosintesis.

Walaubagaimanapun matahari mempunyai jangka hayatnya. Seorang fisikawan Jerman, Hermann von Helmholtz, pada tahun 1825 mengamati perkembangan matahari yang ternyata diameter matahari setiap tahunnya menyusut 85 m. Kalau pengamatan Helmholtz benar, maka berdasarkan perhitungan penyusutan diameter matahari, umur matahari hanya akan bertahan untuk waktu 20.000.000 sampai dengan 25.000.000 tahun sejak matahari mengalami penyusutan.

Untuk kurun waktu itu, teori Helmholtz ini cukup memuaskan para ilmuwan, sebelum akhirnya digugurkan oleh teori reaksi thermonuklir yang masih bertahan sampai saat ini.Sesetengah saintis meletakkan hayat matahari sebagai 10 bilion tahun. Selepas itu ia akan terkubur. Allah menjelaskan dalam surah at-Taqwir ayat 1,

إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ
Maksudnya: “Dan matahari semasa ia digulungkan.”

Perkataan penting di sini ialah perkataan ‘kuwwirat’. Sahabat Abdulullah bin Abbas mentafsirkannya sebagai ‘zahabat’ yang bermaksud ‘pergi ‘ atau ‘menghilang’ manakala Imam Nasafi mentafsirkannya sebagai ‘hilang cahayanya’. Ia menjelaskan apabila berlaku hari kiamat alam ini seolah-olah digulung. Ia juga menjelaskan matahari semasa berada di penghujung hayatnya akan kehilanagn cahayanya.

Badai Matahari
Sebenarnya kesatabilan matahari, seperti bintang-bintang yang lain, bergantung kepada tenaga yang mampu dihasilkan olehnya. Tenaga ini terhasil melalui proses nuklear yang melibatkan hidrogen bertukar menjadi helium di bahagian dalam matahari (core). Selepas berbilion tahun berlalu, proses ini akhirnya terhenti disebabkan matahari kehabisan hidrogen dan dengan itu ia menjadi tidak stabil. Keadaan ini menyebabkan bahagian (core) menguncup ( contracts) dengan menghasilkan suhu yang tinggi. Selepas masa berlalu, suhu di bahagian luar matahari menurun dan dengan itu pudarlah cahayanya. Keadaan ini selari dengan tafsiran Imam Nasafi berhubung perkataan kuwwirat dalam ayat Quran yang disebutkan. Akhirnya bahagian luar matahari ini bertukar menjadi gumpalan gas yang berbentuk asap dan terus terpisah daripada bahagian dalamnya. Maka lahirlah planetary nebula. Dengan itu, tamatlah riwayat hidup matahari.

Sumber: Quran Saintifik, Dr. Danial Zainal Abidin

Posted on Leave a comment

Proses Penghapusan Bintang-bintang

Proses Penghapusan Bintang-bintang

Lihat gambaran Al Quran mengenai bintang-bintang yang berjatuhan dan penghapusan bintang-bintang tersebut seperti-
Firman Allah SWT:

وَإِذَا النُّجُومُ انكَدَرَتْ

Maksudnya: “Dan apabila bintang-bintang berjatuhan.” (Takwir :2)

Dan dalam surah lain Allah berfirman :

فَإِذَا النُّجُومُ طُمِسَتْ
“Dan apabila bintang-bintang itu dihapuskan.” (Mursalat : 8)

Ilmu metafizik diketahui oleh manusia pada akhir kurun ke 20 untuk menegaskan bahawasanya fasa perjalanan bintang-bintang melewati fasa di mana bintang tersebut berjatuhan dan juga fasa di mana bintang tersebut mengalami fasa penghapusan.
Bintang merupakan benda-benda angkasa yang berpijar (menyala-nyala), bersinar,dan bercahaya denagn sendirinya dan salah satu penyebab yang membuatkan bintang tersebut bersinar ialah proses pemantikan reaksi penggabungan nuclear kerana panasnya inti bintang yang ada di dalam bintang tersebut.

Apabila inti bintang berubah dengan sempurna menjadi besi, bintang melewati dua gumpalan proses awal sebagaimana partikel pertama, yakni adakalanya ia akan meledak dan memancarkan cahaya. Bintang seperti ini dalam bahasa astronomi di sebut sebagai Supernova dan ada pula bintang yang berakumulasi dengan dirinya sendiri.

Apabila bintang tersebut berakumulasi terhadap dirinya maka bintang tersebut akan membentuk sebuah gumpalan yang keras dan padat sehingga menyebabkan cahaya yang terpancar tidak dapat lepas dari kungkungannya,akan tetapi sebelumnya bintang-bintang itu berjatuhan sehingga cahaya-cahaya bintang terpadam dan kemudian bintang itu menghilang dengan sempurna.
Firman Allah SWT: “Sungguh Aku bersumpah dengan bintang-bintang yang beredar dan tenggelam” (Takwir: 15-16)

Ayat ini membahas permasalahan yang sama seperti di atas.Maha suci Allah !

Sumber: Cahaya di Atas Cahaya

Posted on Leave a comment

Pembentukan Nebula

Pembentukan Nebula

Apa yang menakjubkan di sini adalah proses kehancuran bintang sehingga bertukar menjadi bentuk bunga ros ini dinyatakan oleh Quran. Dalam surah ar-Rahman ayat 37,

فَإِذَا انشَقَّتِ السَّمَاء فَكَانَتْ وَرْدَةً كَالدِّهَان
Maksudnya:”Maka apabila langit terbelah dan menjadi merah mawar seperti kilapan minyak, maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu ingin dustakan?”
Ayat ini menceritakan mengenai langit yang sedang melalui proses kehancuran dan pada masa itu berubah menjadi merah seumpama bunga ros yang menyinar.

Salah satu contohnya adalah apa yang dikirimkan oleh teleskop ruang angkasa-Habel kepada kita berupa gambar-gambar sejumlah bintang ketika sedang terpecah pada tanggal 31 Oktober 1999 M.Biro Penerbangan dan Ruang Angkasa Nasional Amerika (NASA) menyiarkan sejumlah gambar yang ditayangkan oleh teleskop ruang angkasa tentang bintang yang mengalami fasa pemecahan.

Sekelompok bintang yang membentuk seperti kabut bercahaya yang sering disebut dengan nama mawar kemerahan yang mengkagumkan, inilah ibarat Al Quran yang sangat terperinci dan mengkagumkan.

Sumber: Quran Saintifik, Dr. Danial Zainal Abidin